Selasa, 26 Mei 2015

More than 1500 KM.. But Still Connected

Dalam jarak lebih dari 1500 km kita terpisah, lintasan Selat Sunda dan panjangnya Bukit Barisan menjadi saksi betapa beratnya rindu yang kau rasakan hingga membawamu sejauh ini kepadaku. Dalam do'a yang menjadi jembatan rindu, ku selalu berharap Tuhan menyuruh bisikan angin sampaikan kerinduan yang sama untukmu yang kini sudah kembali ke tempat yang jauh itu. Kiranya, radar telepon seluler dan internet menjadi salah satu sponsor kita untuk saling melepas rindu. Ah, meski begitu rasa rindu ini tak bisa lepas dengan mudahnya, karena satu-satunya cara adalah bertemu. 

"Sayang, apa kita akan baik-baik saja? apa kita cukup kuat untuk menjalaninya?"
"Sayang, kasih kabar tiap hari ya."
"Sayang"
"Apa?"
"Kangen"

Hubungan kita tentu berbeda 180 derajat dengan pasangan lainnya, bagi kita tidak ada kata-kata sesederhana "makan bareng yuk", "besok kita jalan yuk", "aku demam dan gak bisa keluar, beliin sate ayam dong". Untuk kita tidak ada yang namanya kemewahan menghabiskan akhir pekan bersama, jalan-jalan bareng kapan pun kita mau ataupun hanya sekedar malam mingguan di bioskop. Jadwal ketemuan kita juga hanya sekali dalam beberapa bulan, itu pun harus punya perencanaan yang matang demi menyesuaikan waktu dan budget. Tak boleh ada waktu bertemu yang sia-sia karena kesempatan kita bertatap muka hanya berlangsung sekejap saja. Mungkin kita harus belajar berhemat, karena tiap kali pertemuan tentunya membutuhkan banyak modal, kita harus disiplin karena tak akan ada yang bisa dikumpulkan jika kita menghabiskan uang sembarangan. Kedisiplinan kita bukan hanya masalah uang saja, Demi bisa meluangkan waktu bersama berjam-jam di telepon, kita harus menyelesaikan masing-masing pekerjaan kita lebih cepat dan tentunya pulang kantor tepat waktu.

Keadaan ini memang tidak mudah bagiku, terkadang aku tak bisa berpikir baik. Selalu ada saat dimana jarak membuatku merasa cemburu, mencemaskan utuhnya perasaanmu, juga mencemaskan banyaknya teman wanita di sekelilingmu. Namun, aku akan senantiasa menguatkan diri demi bisa bersamamu. Seperti katamu, jarak ini hanya sementara dan masa depan cerah menanti kita segera.

Demi membuatmu selalu bahagia dan tak berpaling muka, selalu kukirim foto dengan senyum ceria. Selain itu, aku ingin kau percaya bahwa aku di sini baik-baik saja. Meski belakangan ini kadang kau protes dengan kantung mataku sambil menasehatiku agar tidak tidur larut malam. Lalu akhirnya kau sadar itu semua karenamu dan berjanji tidak menelpon hingga tengah malam lagi. Kau dan aku belajar saling menahan rindu, mulai pagi hari hingga pagi berikutnya demi mendapat tidur lelap lebih cepat dan bangun pagi lebih giat. Canda tawa dan cerita pagi kini selalu mengawali hari kita saat ini. Pesan BBM dan Whatsapp darimu menemaniku setiap waktu. Aku bahagia.

Mendengar suaramu dalam dinginnya pagi membuat kita menarik selimut dan memeluk erat guling dan mencium ponsel masing-masing. Meski kadang bayangan nakal menghampiri otak kita, tetapi itu tidak serta merta membuat kita malas dan mempengaruhi waktu kita yang berharga. Kita selalu saling mengimbangi dan saling menyadarkan untuk kembali pada kenyataan serta jalan yang lurus. Kenyataan bahwa kita sedang berjauhan, jalan lurus untuk mencapai tujuan hubungan kita. Dalam diam ku berdoa semoga di masa depan nanti bukan guling yang kupeluk hingga pagi, bukan gambar di ponsel yang kuciumi, tapi kau yang ku kasihi. Doa itu persis seperti yang kau katakan kepadaku setiap hari, dan selalu kujawab dengan kata "iya" atau "amin".

Dalam jarak lebih dari 1500 km, yang kutahu kau akan lakukan apapun demi bertemu denganku meski itu tidak mudah. Dan yang aku lakukan hanyalah menunggumu di sini. Ya, aku menunggumu hingga kita bertemu dan menumpahkan rasa rindu. Meski sekarang yang mampu ku lakukan sementara hanyalah menatap ponselku dan kau ada di sana dan kau pun begitu, meyakinkan bahwa kita mampu menaklukkan jarak yang membentang di antara kita. We are still connected.


Untukmu yang tersayang nun jauh di sana. Semoga kita selalu kuat menjalani hubungan dengan jarak yang memisahkan kita. Aku selalu percaya, ini hanyalah untuk sementara saja. I love you.

Senin, 11 Mei 2015

Malu


Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda: "Malu adalah sebagian dari iman", pada hadist yang lain disebutkan “Rasa malu selalu mendatangkan kebaikan.” (HR Bukhari dan Muslim). Rasa malu sangat perlu dimiliki oleh setiap manusia yang beradab. Rasa malu dapat menjadi benteng diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya. Namun, apa jadinya jika seseorang sudah tidak memiliki rasa malu? Ada istilah muka tembok, muka kayu, muka dinding, muka tebal, muka badak yang artinya adalah orang yang tidak tahu malu. Seringkali orang yang tidak tahu malu itu malu-maluin atau memalukan bagi orang yang dekat dengannya. Ada juga sih yang bilang, orang yang tidak tahu malu itu "urat malunya putus". Orang-orang yang urat malunya sudah putus tidak jarang melakukan sesuatu seenaknya tanpa menghiraukan aturan-aturan yang ada. Mereka biasanya berbuat seenaknya dengan tidak memperdulikan kebaikan atau keburukan yang ditimbulkannya. Na'udzubillah.
Istilah "muka tembok" biasanya disematkan kepada orang yang tidak merasa malu atau canggung setelah melakukan kesalahan dan cenderung selalu merepotkan orang lain. Si Muka Tembok selalu menampilkan mimik muka yang datar, sedatar tembok pagar. Tidak peduli dia sudah merepotkan orang lain, tidak peduli dia sudah menyakiti orang lain, tidak peduli dia sudah mencelakakan orang lain, tidak peduli dia dibenci orang lain karena kejahatannya, tetap saja dia memasang "watados" (wajah tanpa dosa).
Bicara tentang malu, dalam hadist arbain yang ke-20 disebutkan:


Artinya: Dari Abu Mas’ud bin Amr al-Anshari al-Badri ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sebagian yang masih diingat orang dari ajaran para Nabi terdahulu, adalah, "Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR Bukhari).


Terdapat tiga versi penjabaran ketika mengartikan hadits di atas:

a. Perintah dalam hadits ini menunjukkan ancaman. Seakan Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian tidak memiliki rasa malu maka lakukanlah sekehendakmu, dan Allah swt. akan memberikan siksa yang pedih.” Perintah semacam ini terdapat juga dalam al-Qur’an: “Berbuatlah sesuka hati kalian.” (Fushshilat: 41)

b. Perintah dalam hadits ini berarti pemberitahuan. Seolah hadits di atas memberitakan bahwa jika seseorang tidak memiliki rasa malu, ia akan melakukan apa saja. karena yang bisa mencegah dari perbuatan keji adalah rasa malu. Tidak heran jika rasa malu telah tiada, ia akan asyik dengan segala bentuk perbuatan keji dan munkar.

c. Perintah dalam hadits ini, menunjukkan ibahah [dibolehkan]. Artinya, jika kalian tidak malu untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak dilarang oleh syara’ maka lakukanlah. Karena pada prinsipnya, sesuatu yang tidak dilarang oleh syara’ maka boleh dilakukan.

Namun demikian, yang paling shahih dari tiga pengertian di atas adalah pengertian pertama. Meskipun Imam Nawawi lebih memilih pengertian ketiga dan Ibnu Qutaibah memilih pengertian kedua.

Terlepas dari ketiga pengertian mengenai hadist tersebut, dapat disimpulkan bahwa Muka Tembok dalam konotasi negatif diidentikkan dengan orang yang berbuat sesuatu sesukanya tanpa menghiraukan aturan, hukum, dan perasaan orang-orang di sekelilingnya. Semoga Allah menghindarkan kita dari sifat negatif Si Muka Tembok. Aamiin.
Namun perlu diingat bahwa rasa malu itu haruslah ditempatkan sesuai pada tempatnya. Hasan al-Bahsri berkata: “Malu ada dua macam: yang pertama adalah bagian dari iman, dan yang kedua merupakan kelemahan.” Yang dimaksud malu yang merupakan kelemahan adalah malu melakukan hal-hal yang benar. Dalam hal ini Muka Tembok diperlukan dalam konotasi yang positif, selama yang kita lakukan itu hal yang baik,  tidak melanggar aturan agama dan negara, serta tidak merugikan orang lain ya go on aja, gak usah pake malu. Tidak selamanya kita harus mendengarkan apa kata orang atau sikap orang lain. Semua yang kita lakukan pastilah ada kelompok orang yang Pro dan Kontra, itu hal yang biasa. Selama kita punya dasar agama dan pedoman di dalam hidup, kita tak perlu merasa khawatir, ada Allah bersama kita.

Jadi Si Muka Tembok itu baik atau jahat sih? Perlu gak sih kita pasang muka tembok?

Jawabannya ya tergantung keadaan atau situasi yang kita hadapi. Berlaku adil pada setiap situasi. Tempatkan rasa malu pada tempatnya. Jangan malu untuk melakukan hal yang positif, jangan malu untuk berpikir selangkah lebih maju untuk hidup yang lebih baik. Jika ada yang tidak suka atau iri terhadap keberhasilan yang kita raih, pasang muka tembok saja, tetap datar seperti tembok pagar, tak usah marah atau menanggapinya. Jika kita melakukan kesalahan, janganlah malu untuk meminta maaf, pasang muka tembok saja, pastikan dan berjanjilah untuk tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kali. Itulah Si Muka Tembok positif. Sedangkan Si Muka Tembok yang negatif itu yang tak pernah mengakui kesalahan meski dirinya tau telah bersalah, yang tetap merepotkan orang lain tanpa pernah berterimakasih, yang tak pernah meminta maaf meski tahu orang lain telah tersakiti oleh perbuatannya.

Begitulah pendapatku mengenai Si Muka Tembok, semua hal yang ditulis di sini merupakan opini pribadi yang mengacu kepada berbagai referensi. Sekian.