Jumat, 17 Oktober 2014

Hai... Apakabar? Ini aku. Ya Aku. Aku yang baru. Yang dulu kemana? Yang dulu sudah berdebu, terkubur dalam butiran debu. Loh kayak lagu? Oh iya, salah. Harusnya aku yang dulu sudah terkubur bersama kenangan. Kenapa mukanya masih sama? katanya baru? Sayangnya muka ini termasuk identitas yang tak pernah bisa kuganti. Terus yang baru sebelah mananya?? Hatiku. Ya, hatiku masih baru. Belum patah dan terpecah belah, hanya pernah tergores sedikit saja. Tapi sekarang sudah kembali seperti semula, utuh, luas, tertata rapi dan masih kosong. Tapi ruangan hatinya hanya cukup buat satu saja, hanya bisa menampung yang mau tinggal selamanya. Gak boleh pulang pergi atau hanya numpang parkir saja. Terimakasih. Bekasi, 17 Oktober 2014. Jam 22.30. ditulis saat sepi bersama Didan Nurmalasani, standby di receptionist hingga malam hari sementara yang lain ikut acara perpisahan Menteri.

Rabu, 01 Oktober 2014

Monolog Si Penyendiri

Hai, diriku.
Malam ini kudapati kau sepertinya baru menyadari bahwa kau benar-benar sendiri. Lihat dirimu, malam ini bahkan kau makan malam sendiri dan tidur di kamar yang idealnya ditempati oleh dua orang. Iya, kamu tidur di kamar yang harusnya ditempati oleh dua orang. Ada dua kasur, dua meja, dua kursi, dan dua pintu lemari. Tapi, kamu menempatinya sendiri. Lihat dirimu, yang beberapa hari tidak bisa tidur, tak ada teman berbagi, tak ada teman bercerita, kecuali berbicara dengan dirimu sendiri. Kau terlalu asyik dengan duniamu sendiri rupanya.

Aku tahu, mungkin kau menganggap dirimu terbiasa melakukan apapun sendirian. Kau menganggap dirimu wanita mandiri yang berdiri di atas kakimu sendiri. Tapi di sisi lain, kau tak lebih dari seorang yang kesepian yang berpura-pura ceria seolah tak pernah ada masalah apapun yang membuatmu menangis. Kemanapun kau pergi, tak pernah ada keluargamu yang menyertai. Bahkan sejak sekolah pun orang tuamu hanya mengantarmu pada saat pertama masuk sekolah dan menjemputmu 3 tahun kemudian setelah lulus. Ketika kuliah pun begitu, bukankah kau selalu mengurung diri di saat tetangga kamarmu dikunjungi orang tuanya secara rutin? Aku tahu, kau pasti cemburu dan pasti membela nama baik orang tuamu di depan kawan-kawanmu jika ditanya "kenapa tidak pernah dikunjungi keluarga?" Padahal dalam hati kau berontak, berteriak "Aku tidak menyedihkan seperti yang kau bayangkan!!!"

Kemudian saat seorang pria yang dulu amat kau cintai tak sanggup memperjuangkanmu, kau pun memutuskan untuk sendiri. Mimpi cinta pertama yang ingin abadi musnah begitu saja saat kau tahu ternyata dia tidak sepaham dengan tujuan hidupmu. Kau menyibukkan diri, kau sibuk dengan buku-bukumu, melarikan diri dari bayangannya hingga bertahun-tahun lamanya. Kau tak pernah memberi kesempatan kepada pria lain untuk mendekatimu. Kau membuat sendiri benteng-benteng yang kokoh di sekitarmu, hingga tak ada yang sanggup untuk bisa dekat denganmu. Menjaga diri, berusaha setia untuk pendamping halalmu kelak, itu yang kau katakan kepada semua orang. Padahal sebenarnya  hingga saat ini kau memang terlalu takut saja. Takut memulai, takut orang tua tidak setuju, takut dikhianati, takut digantung, dan ketakutan-ketakutan lainnya.

Hey... kau tak mau sendiri selamanya bukan? segera bangun dari kesendirianmu, dunia ini luas dan penuh sesak dengan milyaran orang. Pasti ada satu yang mampu menemani dan menghiasi hari-harimu. Pasti ada satu yang memiliki prinsip dan tujuan hidup yang sama seperti yang kau pegang selama ini. Cinta itu realitas sempurna, kembalilah ke alam nyata. Buka pintu dan jendela hatimu, barangkali saja orang itu memang sudah dekat, berada di sekitarmu dan menunggu kau keluar dari belenggumu lalu menyapanya..

*Didedikasikan untuk seperempat abad hidupku